Ya'ahowu - Kata metaverse atau meta semesta mulai banyak diperbincangkan masyarakat dunia seiring dengan perubahan nama perusahaan induk Facebook menjadi Meta dan mengadopsi metaverse. Mark Zuckerberg ingin menciptakan dunia virtual dengan menggabungkan teknologi augmented reality (AR) dan virtual realty (VR).
Metaverse sendiri merupakan penciptaan sebuah dunia yang memungkinkan pengguna internet menjelajah dengan pengguna lainnya dalam bentuk virtual. Jika digambarkan, pengguna akan menggunakan teknologi AR untuk dapat terkoneksi dengan pengguna lain.
Bicara tentang metaverse tidak akan ada habisnya. Pasalnya teknologi akan selalu berkembang seiring perkembangan zaman. Bahkan, beberapa pesohor dunia sudah mulai mengambil ancang-ancang dengan membeli lahan di metaverse.
Ekonom Institut for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda mengatakan Indonesia masih belum siap untuk masuk ke Metaverse yang kompleks.
"Kalau pemerintah mau membuat Metaverse yang komplek seperti kita bisa membeli tanah, kemudian kita bisa bertransaksi via Bitcoin, itu kayaknya masih jauh," katanya kepada Langit7, Senin (24/1/2022).
Menurut Huda, sistematika bertransaksi yang ditawarkan oleh Metaverse belum ada di Indonesia.
"Pembangunan Metaverse di Indonesia jika dinilai dari angka satu sampai sepuluh, kesiapan Indonesia itu masih dua bahkan satu. Sangat jauh. Karena di Metaverse itu kita bertransaksi menggunakan Bitcoin mata uang digital, sementara di kita tidak ada," ucapnya.
Huda lalu mengatakan Metaverse itu semuanya sudah secara otomatis dan dilakukan secara digital.
"Indonesia belum siap untuk hal tersebut, jangankan itu (Metaverse) E-KTP saja yang sudah jelas elektronik, tapi ketika kita mengurus administrasi masih saja dimintai KTP, kan lucu," imbuhnya.
Maka itu, kata Huda ketika Indonesia ingin Metaverse masuk banyak hal yang harus di persiapkan.
"Hal yang harus disiapkan ketika metaverse ingin dimasukkan ke Indonesia yang pasti infrastruktur, seperti internet, data center, serta infrastruktur penunjang yaitu regulasi dan masih banyak lagi," jelasnya.
Huda menambahkan, regulasi pun harus diperkuat seperti perlindungan data pribadi. Kemudian bertransaksi via cryptocurrency atau mata uang kripto. Selain itu kesiapan sumber daya manusia pun harus diperhatikan.
"Sumber daya manusianya juga harus di siapkan. Jangan sampai Metaverse ini lagi-lagi menguntungkan sebagian orang saja, seperti orang-orang berpendidikan bagus, memiliki uang, dan lainnya. Tapi yang paling penting itu infrastruktur dan regulasinya," kata Huda.
Terkait peluang bisnis di Metaverse, Huda mengatakan cryptocurrency merupakan bisnis yang paling di untungkan.
"Bisnis yang paling tinggi di Metaverse itu pertama cryptocurrency. Karena untuk butuh apa-apa bayarnya menggunakan uang digital, seperti Bitcoin. jadi cryptocurrency ini ibarat darahnya yang digunakan untuk bertransaksi di Metaverse," ucapnya.
Tak hanya itu, penyedia teknologi juga merupakan bisnis yang paling diuntungkan. Terutama penyedia data center dengan hard disk besar. Namun, sayangnya di Indonesia penyedia data center masih kurang.
"Di Indonesia penyedia data center masih kurang, hanya ada beberapa dan belum tersebar," tandas Huda.
Meskipun begitu, Huda berharap waktu Metaverse masuk ke Indonesia tidak berjarak terlalu jauh dari negara lain.
"Harapannya semoga waktu Metaverse masuk di Indonesia tidak kalah jauh dari negara lain, tapi kalau prediksi saya mungkin tahun 2045 bisa lah Metaverse secara keseluruhan masuk. Memang masih sangat jauh, karena untuk menuju ke sana bukan perkara mudah," katanya.