Ya'ahowu !!! - Belakangan ini beredar pesan berantai di aplikasi pesan WhatsApp yang berisi "Admin grup WhatsApp bisa dipenjara jika menyebarkan berita palsu, hoax, dan juga ujaran kebencian". Hal ini kemudian jadi perbincangan hangat di kalangan para pengguna WhatsApp.
Kasus itu sejatinya terjadi di Malaysia yang didasarkan pada aturan dalam Undang-undang Komunikasi dan Multimedia Malaysia Tahun 1998. Di dalam aturan itu dijelaskan acuan mengenai pencemaran nama baik, hasutan, penipuan, dan penyebaran dokumen rahasia.
Lalu, bagaimana dengan di Indonesia?
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, menegaskan, di Indonesia pun admin grup WhatsApp bisa diproses hukum ke polisi dengan prosedur delik aduan.
"Kalau ada anggota dalam suatu grup WhatsApp melaporkan adminnya yang menyebarkan hoax, ujaran kebencian, tentu akan diproses hukum. Laporan itu akan ditindaklanjuti polisi dan kemudian baru sama-sama Kemkominfo," kata Rudiantara, Selasa (23/5).
Bukan cuma seorang admin grup WhatsApp. Hal semacam ini berlaku juga untuk semua admin media sosial, forum, sampai dengan aplikasi pesan instan.
Menurut Rudiantara, dasar hukum yang bisa digunakan untuk pengaduan admin grup WhatsApp adalah pasal 27 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang pencemaran nama baik. Di Malaysia, pasal pencemaran nama baik juga dipakai untuk menjerat admin WhatsApp.
Selain pencemaran nama baik, pasal 27 UU ITE juga melarang warga melakukan distribusi konten yang mengandung penghinaan, melanggar kesusilaan, perjudian, pemerasan, dan ancaman.
Hal ini tentunya menjadi peringatan bagi para pengguna WhatsApp, agar lebih berhati-hati dalam berbagi konten yang masih diragukan kebenarannya, apalagi jika sensitif. Selain itu, pengguna WhatsApp pun lebih baik tidak mengumbar kebencian di media sosial jika tidak ingin dilaporkan.
Kasus itu sejatinya terjadi di Malaysia yang didasarkan pada aturan dalam Undang-undang Komunikasi dan Multimedia Malaysia Tahun 1998. Di dalam aturan itu dijelaskan acuan mengenai pencemaran nama baik, hasutan, penipuan, dan penyebaran dokumen rahasia.
Lalu, bagaimana dengan di Indonesia?
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, menegaskan, di Indonesia pun admin grup WhatsApp bisa diproses hukum ke polisi dengan prosedur delik aduan.
"Kalau ada anggota dalam suatu grup WhatsApp melaporkan adminnya yang menyebarkan hoax, ujaran kebencian, tentu akan diproses hukum. Laporan itu akan ditindaklanjuti polisi dan kemudian baru sama-sama Kemkominfo," kata Rudiantara, Selasa (23/5).
Bukan cuma seorang admin grup WhatsApp. Hal semacam ini berlaku juga untuk semua admin media sosial, forum, sampai dengan aplikasi pesan instan.
Menurut Rudiantara, dasar hukum yang bisa digunakan untuk pengaduan admin grup WhatsApp adalah pasal 27 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang pencemaran nama baik. Di Malaysia, pasal pencemaran nama baik juga dipakai untuk menjerat admin WhatsApp.
Selain pencemaran nama baik, pasal 27 UU ITE juga melarang warga melakukan distribusi konten yang mengandung penghinaan, melanggar kesusilaan, perjudian, pemerasan, dan ancaman.
Hal ini tentunya menjadi peringatan bagi para pengguna WhatsApp, agar lebih berhati-hati dalam berbagi konten yang masih diragukan kebenarannya, apalagi jika sensitif. Selain itu, pengguna WhatsApp pun lebih baik tidak mengumbar kebencian di media sosial jika tidak ingin dilaporkan.